Rangku Alu digunakan untuk menggambarkan...
![]() |
Gambar source dari posbunda.com |
Disusun Oleh : FERNANDES NATO
Latar Belakang
Rangkuk Alu [1]
Suku Manggarai merupakan salah satu suku yang mendiami Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Suku Manggarai kaya akan ritual budaya, baik dalam relasinya dengan Sang Maha Tinggi maupun dengan sesama dan alam semesta. Kebudayaan yang cukup ‘kental’ tersebut membuat suku Manggarai dalam menempuh hidup akan selalu diliputi oleh berbagai ritual.
Ritual yang paling kas dilakukan adalah cear cumpe (kelahiran), wagal (perkawinan) dan kelas (kematian). Perkawinan merupakan salah satu fase kehidupan yang memiliki porsi perhatian lebih dalam kehidupan suku Manggarai. Sebelum memasuki tangga perkawinan, harus melewati ritual-ritual yang sangat khas Seperti peminangan, tuke mbaru, perkwainan lalu wagal. Tetapi sebelum memasuki fase ritual perkwainan harus berpacaran atau saling mengenal terlebih dahulu.
Tarian merupakan salah satu media yang memungkinkan perjumpaan antara muda dan mudi Manggarai. Tarian yang lazimnya dilaksanakan pada siang hari, seperti Caci, sudah cukup familiar bagi banyak orang Manggarai. Namun, untuk tarian Rangkuk Alu, yang biasanya dilaksanakan pada malam hari di bawah sinar bulan purnama telah lama ditinggalkan. Terutama setelah kemajuan tehnologi penerangan, listrik dan sebagainya, telah merambah kehidupan Suku Manggarai.
Pada zaman sekarang, tarian Rangkuk Alu sering dipentaskan pada siang hari oleh sanggara-sanggar budaya di Nuca Lale.[2] Pementasa yang dilaksanakan pada siang hari tersebut biasanya dilakukan untuk melayanai kebutuhan kepariwisataan. Bila ada turis yang mengunjungi sanggar budaya atau kampung tradisional, maka ada tarian-tarian pembukaan, tarian penyambutan termasuk tarian Rangkuk Alu dipentaskan.
Fenomena kapitalisasi terhadap kebudayaan tradisional pada zaman sekarang memang sulit dibendung. Esensi dari tarian Rangkuk Alu kemudian tidak terlalu dihasrati sebab pementasan tarian Rangkuk Alu (mungkin juga tarian tradisonal lainnya) tidak lebih dari sebuah transaksi bisnis belaka. Tidak bermaksud mengatakan ini salah tetapi baik untuk menjadi landasan berpikir sehingga dapat memahami esensi suatu kebudayaan secara bijaksana.
Rumusan Permasalahan
Untuk pembahasan makalah ini, saya hanya mebatas diri pada tarian Rangkuk Alu. Contoh-contoh yang akan diambil dari jenis tarian lain di Manggarai hanya untuk mendukung eksistensi tarian Rangkuk Alu itu sendiri.
Adapun permasalahan yang harus dijelaskan dalam makalah ini adalah;
Kapan tarian rangkuk alu dipentaskan? (2),
Tujuan
Penulisan makalah ini untuk memperdalam pengetahuan pemakalah terhadap budaya lokal Indonesia, khususnya suku Manggarai, sehingga keragaman yang membentuk bangsa Indonesia dapat dipahami secara bijaksanan.
Rangkuk Alu sebagai hentakan-hentakan hasrat.
Tarian Rangkuk Alu mungkin tidak sefamiliar tarian caci baik bagi orang-orang Manggarai sporadis maupun orang-orang yang memang bukan dari suku Manggarai. Tarian Rangkuk Alu sesungguhnya tarian asli dari daerah Manggarai yang dimainkan oleh beberapa orang wanita dan pria. Wanita dan pria yang memainkan tarian ini pada umumnya belum kawin dan telah memiliki kriteria untuk menikah, kira-kira usia tujuh belas tahun ke atas (ata molas agu ata reba, muda dan mudi)
Disebut tarian Rangkuk Alu karena alat yang digunakan dalam tarian ini adalah alu[3] sungguhan. Perlu enam buah alu untuk bisa menari Rangkuk Alu. Dua alu pertama digunakan sebagai alas paling bawah dengan posisi melintang Utar-Selatan, dua alu yang lain melintang Timur-Barat dan dua alu yang terakhir melintang Utara-Selatan lagi.[4]
Perlu empat wanita untuk bisa menari dalam hentakan-hentakan alu. Para wanita yang menari dalam tarian tersebut berdiri pada posisi utara-selatan. Dibutuhkan empat orang pria untuk menghentak-hentakan alu tersebut. Pria-pria yang menghentakan alu dalam posisi duduk dengan kaki sebagai tumpuan dan pantat tidak menyentuh tanah (lonto ngontok), pada arah timur-barat dan utar-selatan.
Keempat pria tersebut masing-masing memegang dua ujung alu dan alu-alu tersebut dihentakan ke bawah sebanyak dua kali, lalu ditubrukan satu sama lain, sekali, dengan dua alu paling bawah tidak digerakan. Hentakan-hentakan alu tersebut yang kemudian ditubrukan menghasilkan bunyian-bunyian serasi. Hentakan-hentakan alu tersebut membuat beberapa wanita yang berdiri di dalam posisi utara selatan (teing toni tau, saling membelakangi) mulai menari. Mereka harus bergerak bersama-sama, selain untuk mempertontonkan keindahan lenggak-lenggok tarian, juga untuk menjaga harmoni. Sebab, bila tidak melakng menjukan gerakan secara bersama-sama maka akan terjadi ‘kecelakanaan’ (demper/demer).[5]
Bila ada penari wanita yang mengalami ‘kecelakaan’ maka alu berhenti dihentakan. Penari yang cedera akan diganti oleh penari wanita lain sehingga tarian dapat dilanjutkan.[6] Para pria gagah yang menghentak-hentak alu akan terus menghentak alu tersebut hingga perempaun yang tersisa satu orang. Mereka wajib menghentakan alu dengan irama yang sama sejak awal. Kesengajaan dalam melakukan ‘kecelakaan’ terhadap wanita yang menari tidak dapat dibenarkan. Wanita yang menari hingga akhir berarti berhasil menyisihkan saingan-saingannya dan punya hak untuk dipinang oleh keempat laki-laki yang menghentak alu, dan hanya satu dari keempat-laki-laki tersebut yang akan menikahi wanita tersebut. Itupun bila salah satu dari keempat pria tersebut direstui oleh orangtua sang wanita.[7] Jika tidak, sang wanita akan kembali menari Rangkuk Alu dengan pria lain yang menghentak alu. Demikian pun para pria akan kembali menhentakan alu dengan wanita-wanita yang lain pada kesempatan yang lain pula.
Berjingkrak Di Bawah Sinar Purnama
Kehidupan suku Manggarai yang sangat bersahaja dengan alam diekspresikan dengan berbagai macam ritus kebudayaan, baik dalam bentuk doa agama tradisional maupun dalam bentuk eksprsi budaya lainnya. Bersimpuh di bawah sinar bulan purnama juga merupakan bagian dari ekspresi kedekatan dengan alam semesta.
Kehidupan yang jauh dari kebisingan ibu kota melahirkan kreativitas untuk membunyikan bunyi-bunyian berirama dari peralatan-peralatan seadanya, seperti alu,sehingga dapat menghentak-hentakan hasrat dan berdendang ria di bawah terang bulan purnama.
Tarian Rangkuk Alu merupakan tarian yang dipentaskan pada malam hari di bawah sinar bulan purnama. Sinar bulan purnama di Manggarai hanya akan benar-benar bisa dinikamati sepanjang musim panas. Langit cerah di malam hari memungkinkan bulan purnama bercahaya dengan indah dan suku Manggarai tradisional di pedalaman[8] merayakan moment-moment seperti ini dengan tari-tarian dan Rangkuk Alu merupkan tarian yang mengundang keceriaan meski hanya dipentaskan oleh muda-mudi dan orang-orang tua hanya ikut menyaksikan.
Musim panas di Manggarai juga sangat identik dengan musim panen yang telah mencapai puncaknya. Pada musim panen, suku Manggarai memiliki cukup harta untuk menyelenggarakan perkawinan anak-anak mereka. Sehingga musim panen juga akan diikuti oleh berbagai macam ritual perkawianan. Perkawinan tradisional suku Manggarai akan melewati berbagai proses yang panjang dan biasanya keluarga laki-laki dan perempuan menyepakati agar pernikahan anak mereka pada musim panen (gereng ngengga/ngalis tana, menunggu keadaan yang baik, dan biasanya pada musim panas/musim panen).
Demikian halnya tarian Rangkuk Alu menjadi tarian pemungkas musim panen dan menjadi ajang untuk menemukan belahan jiwa. Mungkin akan berujung pada peminangan, mungkin juga akan berujung pada patah hati. Tapi, setidaknya Rangkuk Alu telah memeriahkan malam purnama sepanjang musim panas masyarakat tradisisonal Manggarai.
Rangkuk Alu digeser oleh tarian modern
Suku Manggarai cukup peka terhadap perkembangan zaman dan mudah larut didalamnya. Trend zaman tidak pernah lepas dari jangkauan orang-orang Manggarai. Perkembangan dunia musik di Manggarai juga menggeser seni musik-musik tradisional dan semakin lama semakin tidak dikenang, apalgi dipentaskan. Hubungan asmara yang serba instant pada zaman sekarang dan budaya to the point membuat gaya-gaya klasik yang merayu calon kekasih melalui tarian telah menjadi usang.
Tarian Rangkuk alu pun demikian, budaya pesta dan dansa pada masyarakat Manggarai moderen telah menghilangkan daya magis tarian Rangkuk Alu. Rangkuk Alu yang menjadi ajang pencarain jodoh telah berevolusi menjadi budaya disko dan dansa.[9] Tarian Rangkuk Alu, kini tidak lebih dari sekadar mengenang bahwa tarian Rangkuk Alu pernah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan tradisonal suku Manggarai. Rangkuk Alu tidak begitu dihasrati sebagi sebuah warisan leluhur yang penting untuk terus diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Keengganan suku Manggarai pada zaman sekarang untuk kembali merias diri dengan tradisi-tradisi asli daerah adalah sebuah kekhawatiran bila kemudian dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman atau ketinggalan zaman, kolot dan sebagainya. Tarian-tarian tradisional seperti Rangkuk Alu ini pun kemudian dimusimkan dalam ingatan.
Bila ada suku lain dikemudian hari mengklaim bahwa Rangkuk Alu adalah tarian tradisonal dari daerah atau suku lain di Indonesia atau luar negeri, maka persis pada saat itu kesadaran akan pentinganya menjaga kelestarian budaya leluhur kembali menggeliat. Setidaknya hal ini juga terjadi dalam pengalaman tingkat nasional Indonesia, di mana setelah beberapa tarian asli Indonesia diklaim oleh negara-negara tetangga sebagai tarian asli di negara mereka, reaksi penolakan dan merasa dipecundangi bermunculan.
Kesadaran akan kepemilikan terhadap sesuatu adalah hal yang baik, tetapi bila kemudian terlambat dan kepemilikan akan sesuatu itu telah menjadi milik orang lain maka sia-sia jugalah kesadaran tersebut. Pengalaman Indonesia sebagai sebuah bangsa yang banyak karyanya diambil orang lain menjadi sebuah kesadaran bagi suku Manggarai untuk tidak perlu merasa kolot bila harus meneruskan warisan leluhur dan merias diri dengan kebudayaan tersebut. Kesadaran untuk melestarikan budaya lokal merupakn sebuah cara berpikir yang sangat maju.
Kesimpulan
Tarian Rangkuk Alu merupakan tarian asli suku Manggarai, Flores Barat, yang telah menjadi media perjumpaan antara pemuda dan pemudi yang hendak mencari pasangan hidup. Rangkuk Alu telah menjadi gambaran hentakan-hentakan hasrat untuk diingini dan mengingini seseorang. Tarian yang dimainkan di bawah sinar purnama selain untuk menggambarkan kedekatan dengan alam dan sang pencipta, sinar lembut sang purnama juga melukiskan nuansa-nuansa romantis.
Tarian yang telah lama menemani perjalanan suku Manggarai tersebut telah kehilangan daya magisnya. Seni musik modern kini mendominasi kehidupan suku Manggarai. Walau bagaimanapun, tarian adat sebagai warisan budaya dan leluhur wajib dipertahankan sebab budaya selalu menunjukan bangsa. Hal inilah yang kemudian dilakukan oleh sanggar-sanggar kebudayaan Manggarai di Manggarai, terus menggali kebudayaan dan tari-tarian tradisional untuk diteruskan kepada generasi selanjutnya, juga untuk kepetingan bisnis dalam industry kepariwisataan.
Catatan Kritis
Manggarai sebagai sebuah suku yang memiliki kekhasan dalam aspek kebudayaan perlu disadarkan kembali. Kesadaran ini tidak untuk menunjukan primordialitas yang eksklusif (suku Manggarai yang menutup diri terhadap budaya lain) tetapi penyadaran ini lebih kepada sebuah pembelajaran agar mengenali diri secara mendalam sebagai suku/orang Manggarai sehingga dapat menghayati ke-Indonesia-an yang manjemuk sebagai suatu cara berada bangsa Indonesia.
Kesadaran ini seharusnya tidak saja ditekankan kepada masyarakat tetapi juga pentingnya kesadaran pemegang otoritas, seperti pemerintah dan juga gereja, untuk memberikan dorongan kepada masyarakat Manggarai agar memiliki kepedulian dalam melestarikan tarian-tarian tradisional, misalnya Rangkuk Alu. Perlu ditekankan juga, bahwa pelestarian kebudayaan tradisional leluhur merupakan sebuah kebanggaan karena dapat menunjukan ciri atau kekhasan identitas sebagai orang Manggarai. Kerja sama seluruh elemen masyarakat, pemerintah dan gereja akan sangat membantu dalam mempertahankan kearifan-kearifan loka suku Manggarai.
Keterangan Pelengkap
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Ps: artikel ini pernah dimuat di fernandesnato.blogspot.com pada tahun 2012
Demikianlah Artikel mengenai Rangku Alu digunakan untuk menggambarkan..., semoga bermanfaat
Posting Komentar untuk "Rangku Alu digunakan untuk menggambarkan..."
Posting Komentar